Minggu, 30 Mei 2010

Kasus Tanjung Priok

14 April 2010, Daerah Jakarta Utara dikejutkan oleh bentrokan antara warga dan satpol PP. Mungkin ini bukan yang pertama kalinya warga bentrok dengan petugas satpol PP, Kejadian di picu karena tindakan petugas Satpol PP yang berencana akan “menertibkan” bangunan liar disekitar makam. Yang menyulut amarah warga adalah tindakan semena-mena para petugas Satpol PP dalam penertiban, dan terlihat sangat agresif. Tidak berlebihan bila dikemukakan, massa sampai (berani) melakukan perlawanan karena adanya beberapa permasalahan. Pertama-tama, disebabkan terjadinya kesalahpahaman sebagai akibat minimnya sosialisasi berkait rencana penggusuran bangunan liar di sekitar makam Mbah Priuk. Kesalahpahaman itu seakan mengharuskan mereka berjaga-jaga dalam upaya mempertahankan makam dari tindak penggusuran.

Tidak tertutup kemungkinan sebagian massa kemudian melakukan tindakan destruktif - juga terhadap personel Satpol PP, tidak tertutup kemungkinan juga sebagai akibat terjadinya akumulasi kemarahan eksternal. Katakanlah merupakan representasi pelampiasan atas perilaku Satpol PP yang terkesan tidak kenal kompromi dan berperangai arogan. Melakukan tindakan kurang terpuji yang cenderung tidak manusiawi, khususnya kepada rakyat jelata yang terpinggirkan. Terhadap kaum miskin dan papa yang tidak memiliki kekuatan dan kemampuan finansial.

Dalam hal ini aparat seharusnya lebih memahami kondisi masyarakat sekarang yang gampang tersulut oleh emosi, dan petugas parat juga seharusnya tidak boleh bertindak anarkis dalam menghadapi situasi seperti ini, karena akan sangat merugikan bagi kedua belah pihak. Kejadian ini perlu segera di atasi oleh pihak pemerintah atau siapa pun yang berwenang dalam hal ini, jika tidak ingin Tanjung Priok semakin berdarah. Dan perlu ditingkatkan sosialisasi apabila ada kegiatan penertiban seperti ini, agar tidak jatuh korban lagi.

Sangat disayangkan kenapa kejadian ini kerap sekali terjadi di negeri Indonesia. Negara yang menjunjung tinggi Pancasila rasanya sudah tidak mengutamakan lagi sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Terlihat jelas bocah juga ikut jadi korban pukul. Hak asasi manusia juga sudah tidak dihiraukan lagi. Harapan saya kasus kerusuhan yang kesekian kalinya ini dapat dijadikan renungan untuk kita semua agar bisa lebih hati-hati dalam bertindak. Dan memikirkan dampaknya bagi orang-orang yang merasa di rugikan, dan bisa jadi pelajaran buat orang-orang Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar