1.
Pengertian Etika
Menurut
bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul
dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep
etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi
penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Kata
etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics
(bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari
segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos”
yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli,
yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah
suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika
juga disebut ilmu
normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan
nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam
kamusbesar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
- Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
- Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
2.
Prinsip – Prinsip Etika
Dalam
peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi, para pemikir telah
mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup
bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengindentifikasi sedikitnya terdapat
ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut
dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika,
yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan dan kebenaran.
1.
Prinsip Keindahan
Prinsip
ini mendasari segala seuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap
keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan
dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam
berpakaian, penataan ruang dan sebagainya, sehingga membuatnya lebih bersemangan
untuk bekerja.
2.
Prinsip Persamaan
Setiap
manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga
muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini
melandasi perilaku yang tidak diskriminatif atas dasar apapun.
3.
Prinsip Kebaikan
Prinsip
ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan
nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat-menghormati, kasih sayang, membantu
orang lain dan sebagainya. manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik,
karena dengan berbuat baik akan dapat diterima oleh lingkungannya.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
3.
Basis Teori Etika
a.
Etika Teleologi
Berasal
dari kata Yunani, “telos” yang berarti tujuan. Mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Terdapat dua aliran
etika teleologi yaitu Egoisme Etis dan Utilitarianisme.
Egoisme
Etis adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar
pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral
setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi
hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan
semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin “utilis” yang berarti bermanfaat.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat
itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat
sebagai keseluruhan.
b.
Deontologi
Istilah
deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan
juga salah satu teori etika yang terpenting.
c.
Teori Hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua
sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis.
d.
Teori Keutamaan (Virtue)
Keutamaan
bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan : kebijaksanaan,
keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.
4.
Egoism
Egoisme
merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
“egois”. Lawan dari egoisme adalah altruisme.
Hal
ini berkaitan erat dengan narsisme, atau “mencintai diri sendiri,” dan kecenderungan
mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong
dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya
sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang
menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh
nilai
dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain.
Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme,
irasionalitas dan
kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau
kecerdikan untuk menipu.
Egoisme
berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang
diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang
boleh diberikan. Berbagai bentuk “egoisme empiris” bisa sama dengan egoisme,
selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar